Wagub Kalteng Soroti Minimnya Kontribusi Sektor Tambang terhadap Pendapatan Daerah

Wagub Kalteng Soroti Minimnya Kontribusi Sektor Tambang terhadap Pendapatan Daerah

PALANGKA RAYA – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), H. Edy Pratowo, menyampaikan keprihatinannya atas belum maksimalnya kontribusi sektor pertambangan dan energi terhadap pendapatan asli daerah. Ia menilai, potensi besar yang dimiliki sektor mineral dan batubara (Minerba) di Kalteng masih belum tergarap secara optimal.

Dalam pernyataannya, Edy mengungkapkan bahwa potensi penerimaan dari sektor Minerba diperkirakan bisa mencapai Rp3 triliun. Namun, hingga saat ini, realisasi yang masuk ke kas daerah baru sekitar Rp1,2 triliun. 

“Dari potensi tiga triliun, baru sekitar satu koma dua triliun yang masuk. Ini menunjukkan masih ada potensi pendapatan yang belum tergarap atau mengalami kebocoran,” ujarnya, Sabtu (2/8/2025). 

Ia menjelaskan, beberapa objek pajak sebenarnya dapat dioptimalkan untuk menambah pendapatan daerah, seperti Pajak BBM, BBNKB (Bahan Bakar Kendaraan Bermotor), Bea Balik Nama, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Alat Berat, hingga Pajak Air Permukaan. Namun, tantangan utama terletak pada praktik sebagian perusahaan tambang yang lebih memilih mengambil pasokan BBM dari luar daerah.

Menurut Edy, meski Kalimantan Tengah telah memiliki sejumlah depo BBM yang memadai, banyak perusahaan tambang tetap menggunakan metode pengiriman bahan bakar melalui jalur laut menggunakan topang dari luar wilayah. “Kita sudah punya depo-depo BBM. Tapi kenyataannya, banyak perusahaan tambang yang lebih memilih mengambil BBM dari laut. Ini yang menjadi keprihatinan kita,” tuturnya.

Ia mencontohkan perusahaan seperti Wimar yang hingga kini masih menggunakan pasokan BBM dari luar wilayah, padahal fasilitas distribusi lokal seperti depo di Pulau Peso dan Pantalan telah tersedia dan layak pakai. Hal ini menunjukkan perlunya penataan lebih baik terhadap infrastruktur energi serta perizinan distribusi bahan bakar.

Tak hanya itu, Pemprov Kalteng kini juga memperketat pengawasan terhadap investasi yang masuk ke daerah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mewajibkan investor menempatkan dana mengendap di Bank Kalteng. Namun, Edy mengungkapkan masih banyak pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan tersebut secara jujur.

“Bahkan ada yang mengklaim sudah menanam modal sebesar satu miliar rupiah di Bank Kalteng, tapi setelah kami periksa, ternyata dana yang masuk hanya satu juta rupiah. Bukti setoran pun tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.[andre/deni]
Lebih baru Lebih lama