Akhiri Krisis BPJS Kesehatan, Ini Caranya...!

Akhiri Krisis BPJS Kesehatan, Ini Caranya...!

PELIKNYA permasalahan yang menimpa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, seakan tidak berujung, seiring drastisnya defisit yang dialami setiap tahun. Berbagai upaya telah dilakukan, namun sering menemui jalan buntu. Meski begitu, ada lo solusi cespleng yang bisa mengatasinya.
Menurut para mubalig, solusi tersebut adalah Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian (ala minhajin nubuwwah).
Pernyataan ini keluar saat Muzakarah Ulama Aswaja (ahlu sunnah wal jamaah), di kediaman Abu Zallum, Banjarmasin, Minggu (26/1/2020).
Seperti yang dijelaskan Ustaz Humaidi Idris, Pimpinan Majelis Darul Hikmah. Menurutnya, ada perbedaan mendasar, antara paradigma pelayanan yang diterapkan negeri kapitalis seperti Indonesia dengan negeri Khilafah.
Di antaranya, adalah terjadinya liberalisasi di bidang kesehatan, yang memandang objek kesehatan sebagai ladang bisnis, hingga meminimalisir peran pemerintah dalam pelayanannya.
"Lain halnya dengan paradigma Islam. Paradigma Islam itu adalah paradigmanya riayah, riayatus su'unil ummah," jelas Ustaz Humaidi, di hadapan banyak tokoh yang berhadir.
Karena itulah menurut Ustaz Humaidi, Islam melarang sebuah pemerintah yang hanya menjadi fasilitator dan regulator semata. Melainkan harus bertanggung jawab penuh terhadap umatnya.
"Maka dalam hal ini konsep di dalam Islam, negara harus menerapkan konsep anggaran mutlak berapapun biaya yang dibutuhkan, dipenuhi agar kesehatan itu terjamin, kenapa? Haram hukumnya negara membiarkan kesehatan masyarakat itu ditanggung oleh mereka sendiri," tegas Ustaz Humaidi.
Kacaunya, Indonesia malah mengacuhkan aturan agama tersebut, hingga membebani rakyatnya cukup berat. Apalagi di januari ini, iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen. 
Kelas I dari Rp25.500 per bulan, menjadi Rp42.000. Kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.
Parahnya, menurut Sekretaris Jendral Healthcare Profesionals for Shariah (Help-S), dr H Fauzan Muttaqien Sp JP FIHA, kenaikan tersebut tidak berimbas terhadap kualitas layanan, lantaran bengkaknya minus keuangan BPJS Kesehatan, yang diproyeksikan mencapai Rp32 triliun pada akhir 2019 lalu.
Akibatnya, para petugas kesehatan dipaksa memberikan pelayanan minimal, lantaran hanya mendapat jaminan penggantian biaya yang terbatas.
"Misalnya ada seseorang kena serangan jantung. Anda kena serangan jantung! Maka, anda sudah kena paket Rp4 juta. Apapun yang terjadi. Maka, dokter hanya boleh menghabiskan Rp4 juta itu, apapun yang terjadi," urai dr Fauzan.
Nyatanya, menurut dokter Fauzan, uang tersebut bisa habis hanya dalam waktu dua hari, padahal perawatannya perlu 5 hari. Pihak medis pun tidak bisa berbuat banyak, karena apabila lebih dari Rp4 juta, tidak akan ditanggung BPJS Kesehatan.
Akibatnya, fenomena ini akan membuat susah masyarakat yang sudah hidup dalam pesakitan.
Tidak hanya insan medis yang dibuat pusing, para penyalur alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan, juga terpaksa mengencangkan ikat pinggang, akibat BPJS Kesehatan.
Setidaknya hal ini dialami oleh pengusaha penyalur Alkes dan obat-obatan, Abu Zallum, lantaran ada kebijakan kontrol harga dari pemerintah.
Menurutnya, untuk menekan biaya pengeluaran, maka BPJS Kesehatan hanya mau menerima alkes dan obat-obatan berharga murah. Untuk barang impor, kemauan itu hanya bisa dipenuhi negara Tiongkok, sedangkan produk lainnya yang sudah terjamin kualitasnya, seperti dari Eropa, sudah tidak bisa ikut bersaing lagi.
"Dan itu yang menjadikan industri farmasi dan juga industri alat kesehatan mulai terpukul. Tahun 2017 saja misalnya, PT Kalbe Farma tercatat ada sekitar 1.000 karywan yang diPHK. Terus lagi di perusahaan saya sendiri bekerja, sampai sekarang sudah ratusan yang kena PHK, akibat dari efesiensi perusahaan, karena akibat kontrol harga dari pemerintah," urai Abu Zallum.
Ustaz Ahmad Syarif, Pimpinan Majelis Taklim Ashabul Quran menambahkan, semua kekacauaan ini, adalah akibat manusia yang memaksakan penerapan aturannya sendiri.
Padahal menurutnya, Allah subhanahu wata"ala telah memberikan aturan yang jelas, dan tinggal dijalankan untuk kemaslahatan manusia, yakni Islam.
"Allah subhanahu wata"ala berfirman, wa man a'rodho an zikri fa inna lahu ma'isyatan dhongka. Ma'isyatan dhongka kehidupan yang sempit, kehidupan yang kacau, kehidupan yang luar biasa membingungkan, mungkin saat ini dialami. Sebagaimana salah satunya adalah ketika kebijakan BPJS yang melanggar hukum syara ini diberlakukan," jelas Ustadz Syarif, saat menyitir ayat 124 Quran Surah Toha, yang artinya: "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit".
Lalu bagaimana ketika aturan Allah SWT diterapkan, maka ketika dulu Khilafah berjaya, umat manusia merasakan Islam yang rahmatan lil alamin, termasuk di bidang kesehatan.
Saking canggihnya, Rumah Sakit kekhalifahan waktu itu, menjadi tempat tujuan wisata idaman warga Eropa, yang masih dalam naungan era kegelapan.
Semua yang dirawat mendapat biaya gratis, dan bahkan mendapat uang saku, sebanyak uang yang didapat kalau sehat bekerja.
Seluruh biaya tersebut bisa diberikan cuma-cuma, berkat kuatnya politik ekonomi Islam yang diterapkan, dengan sumber pendapatan berlimpah yang bisa didapatkan dari banyak sektor.
Para Ulama Aswaja di muzakaroh ini juga menegaskan, bahwa semuanya bisa kembali didapat, ketika umat Islam kembali bergerak, untuk mewujudkan kembali penegakan khilafah ala minhajin nubuwwah.[adv]
Lebih baru Lebih lama