Rugikan Negara Rp933 Juta, Dua Orang Ini Ditetapkan sebagai Tersangka

Rugikan Negara Rp933 Juta, Dua Orang Ini Ditetapkan sebagai Tersangka

PALANGKA RAYA, MK - Hampir lima bulan pasca penggeledahan di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah oleh petugas Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya, kini kasus 3200 titik sumur bor menyeret dua orang hingga ditetapkan jadi tersangka, Rabu (29/1/2020).
Tersangka yang merupakan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) DLH Kalteng berinisial AR bersama rekan kerja dari jasa konsultan pengawas proyek berinisial MS, diperiksa sejak siang di kantor Kejari Palangka Raya.
Keduanya terseret kasus proyek dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018 dengan nilai kurang lebih Rp84 miliar.
Baru sekitar pukul 16.15 WIB, mereka terlihat keluar dari ruang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Palangka Raya. 
Dari pantauan metrokalimantan.com, kedua tersangka keluar menggunakan rompi merah khas tahanan Kejaksaan dengan tangan diborgol.
Keduanya digiring oleh petugas Kejari Palangka Raya, dan dikawal dua personel kepolisian bersenjata lengkap dari Polresta Palangka Raya.
Kepala Kejari Palangka Raya, Zet Tadong Allo kepada awak media mengatakan, kasus ini berkaitan dengan pembangunan infrastruktur pembasahan lahan gambut yang dilaksanakan badan restorasi gambut dan diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kalteng 2018.
Anggarannya sebesar Rp84 miliar, namun untuk sumur Bor Rp21 miliar dengan tujuan untuk litigasi pencegahan pembakaran lahan gambut.
Zet menjelaskan, proyek besar ini untuk mengerjakan sumur bor yang berjumlah 3.200 unit. Proyek ini dilaksanakan empat pihak ketiga, yakni UPR 700 titik, Muhammadiyah 900 titik, DLH mengerjakan 900 titik, serta TP Kalangkap 700 titik. Proyek ini dikerjakan secara kontraktual dan swakola. 
"Untuk kedua tersangka berkaitan dengan pembangunan 900 titik sumur bor beserta kelengkapannya. Seperti mesin dan pembuatannya, itu di tiga Kabupaten, Kapuas, Pulang Pisau dan Palangka Raya," ucap mantan penyidik Komisi Pembaratasan Korupsi (KPK) ini.
Untuk peran MS, yakni tidak melakukan pengawasan secara benar. Bahkan Ia hanya melaporkan secara formal. Parahnya, isi laporan tersebut fiktif semuanya. Tak sampai di situ, tersangka juga meminjam perusahaan kepada orang lain.
"Tersangka meminjam perusahaan, namun perusahaan tersebut tidak memiliki ahli yang memang menjadi syarat. Ia malah meminjam sertifikat ahli untuk kelengkapannya," paparnya.
Lebih mengejutkan, lanjutnya, ahli yang dijadikan untuk kelengkapannya pun tidak bekerja sama sekali, hanya meminta bayaran saja. Laporan pun jadi fiktif, karena anpa terjun langsung untuk melakukan pengawasan terkait proyek ini.
"Ahlinya pun tidak ada bekerja hanya minta bayaran, namun dibayar saja oleh tersangka. Tanpa melakukan pengawasan secara benar," bebernya.
Dengan adanya kejadian ini, kerugian negara yang ditimbulkan kedua tersangka sekitar Rp933 juta. Kerugian negara juga masih dimungkinan bertambah. 
"Untuk tersangka, jika ada bukti yang kuat tidak menutup kemungkinan bertambah juga," imbuhnya.
Untuk KPA, sambungnya, belum ada mengarah ke sana, namun pihaaknya terus melakukan penyidikan dan tetap fokus pada kedua tersangka ini.
"Bukti-bukti yang sudah kita amankan seperti mesin dan lainnya kita sita dari gudang kontraktor dan gudang di kelurahan," beber Zet didampingi Kasipidum Bernard, Kasi Intel Mahdi serta Kasi Barang Bukti.
Atas perbuatannya, para tersangka ini dijerat dengan Pasal 2 Jo Pasal 3 Undang-Undang Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.  
"Kedua tersangka kita lakukan penahanan, untuk mempermudah dalam penyidikan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas II A Palangka Raya," pungkasnya.[deni]

Lebih baru Lebih lama