RINDU seolah menemukan rumahnya di Sekumpul, sebuah kawasan di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Jutaan langkah datang menyatu seperti aliran sungai yang bermuara pada satu telaga cinta. Mereka tak saling mengenal, namun hati-hati itu disatukan oleh satu nama yang selalu dibisikkan dengan penuh hormat: Abah Guru Sekumpul. Dalam balutan doa dan selawat, cinta itu tumbuh tanpa suara menyelusup lembut ke dalam jiwa.
Puncak Haul Guru Sekumpul ke-21 tahun 2025 akan dilaksanakan pada 5 Rajab 1447 Hijriah atau Minggu, 28 Desember 2025, dan berpusat di Musala Ar-Raudhah, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel. Namun getaran cinta itu telah terasa jauh sebelum hari puncak tiba seperti desir angin yang membawa bisik rindu.
Berhari-hari sebelumnya, arus jamaah dari berbagai penjuru Nusantara bahkan luar negeri mulai memadati kawasan Sekumpul dan wilayah penyangganya. Ada semacam panggilan halus yang mengetuk hati mereka
“Datanglah, hadirkan doa, dan tebarkan cinta.”
Setiap tahun, Sekumpul menjadi pelukan besar bagi jutaan manusia. Dari desa yang sunyi hingga kota yang gemerlap, dari lembah pegunungan hingga pesisir pantai, mereka datang membawa rindu. Tidak ada undangan resmi. Tidak ada paksaan. Haul Guru Sekumpul adalah Magnet Cinta ia tidak memanggil dengan suara, melainkan dengan ketulusan yang menggetarkan jiwa.
Sejak fajar menyingsing, lautan manusia bergerak menuju satu titik. Ada yang berjalan kaki berkilometer-kilometer. Ada yang terjepit di tengah padatnya jamaah. Namun tak banyak keluh terdengar. Di balik penat, selalu terselip senyum. Lelah seolah luruh, berganti bahagia hanya karena bisa hadir di majelis mulia ini.
Keajaiban itu wajahnya sederhana, namun terasa agung di Sekumpul:
Hati yang Terbuka rumah-rumah warga dibuka lebar bagi tamu yang tak dikenal.
Kedermawanan Tanpa Batas makanan, minuman, hingga servis kendaraan diberikan secara gratis.
Ukhuwah yang Hangat, orang-orang duduk semeja, makan bersama, lalu saling mendoakan tanpa pernah menanyakan nama.
Di sinilah cinta bekerja dalam diam sunyi, namun terasa begitu dalam.
Semua cinta itu bermuara pada sosok KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, atau yang penuh kasih dipanggil Abah Guru Sekumpul. Lahir pada 11 Februari 1942 di Tunggul Irang, beliau merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datu Kalampayan).
Dakwahnya teduh. Kalimatnya lembut. Beliau tidak membentak, beliau mengajak. Tidak menggurui
tetapi menuntun. Pesan utamanya sederhana namun dalam:
cintai sesama, rendah hati, dan perbanyak salawat.
Bahkan ketika sakit menjelang wafat pada tahun 2005, cintanya kepada umat tak pernah padam. Beliau tetap berdakwah melalui rekaman video untuk mengobati rindu mereka yang mencintainya.
Selain teladan akhlak, Abah Guru Sekumpul meninggalkan karya-karya ilmiah yang menjadi lentera bagi pencari ilmu, di antaranya:
Manaqib Syekh Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Samman al-Madani
Risalatun Nuraniyyah fi Syarhi Tawassulat as-Sammaniyah
Nubzah fi Manaqib al-Imam al-‘Azham al-Faqih al-Muqaddam
Ar-Risalah fi Auradil Mufidah
Al-Imdad fi Auradi Ahlil Widad
Karya-karya ini bukan sekadar teks, ia adalah cahaya yang terus menyala.
Cinta yang Tak Pernah Padam
Haul Guru Sekumpul bukan sekadar peringatan wafat seorang ulama. Ia adalah cermin cinta yang tak pernah padam,
cinta kepada ulama, cinta kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, dan cinta kepada Allah SWT.
Di tengah lautan doa dan salawat, banyak jamaah yang diam-diam meneteskan air mata. Ada yang membawa doa untuk orang tua. Ada yang menanggung beban hidup yang berat. Ada pula yang hanya ingin merasakan damai dan entah bagaimana, damai itu selalu ada di Sekumpul.
Ia hadir lembut, berderap bersama zikir yang melangit.
Selama cinta ini dirawat, Magnet Cinta Sekumpul akan terus hidup menyapa siapa pun yang datang dengan hati yang tulus. Sebab cinta yang lahir dari keikhlasan… tidak pernah kehilangan arah pulangnya.
penulis : zulkifli
Tags
humaniora
