Pasar Nelayan dan Senja di Jimbaran, Bali yang Bisa Dirasa, Bukan Hanya Dilihat

Pasar Nelayan dan Senja di Jimbaran, Bali yang Bisa Dirasa, Bukan Hanya Dilihat

Penulis : Zulkifli

BALI selalu punya caranya sendiri untuk menyapa. Sore itu, rombongan kami bergerak dari Legian menuju Pasar Kedonganan, kawasan Ungasan yang terletak di ujung utara Teluk Jimbaran, di belakang Pantai Kedonganan. Pasar tradisionil ini hidup oleh suara nelayan, tumpukan hasil tangkapan, dan aroma laut yang seolah baru diangkat dari jantung samudra.

Di pasar, aktivitas dimulai sejak fajar. Perahu nelayan baru kembali dari melaut, bongkar muatan tuna, kakap, kembung, udang, cumi, kerang, hingga lobster musiman. Tawaran harga berjalan lewat tangan-tangan cekatan, ibu-ibu pedagang memilih ikan untuk dijual kembali di warung desa, sementara pengunjung menawar dengan antusias. Suasana itu menegaskan denyut ekonomi lokal Bali yang berjalan harmonis bersama tradisi dan kehidupan sehari-hari.

Aku menyempatkan diri berjalan ke tepi pantai, menyaksikan perahu nelayan tersusun rapi di bibir pasir, beberapa masih basah dan baru kembali dari laut. Deburan ombak dan hembusan angin sore menjadi sapaan kecil dari Bali yang tenang, mengingatkan bahwa laut adalah sumber kehidupan sekaligus tradisi masyarakat setempat.

Beberapa ekor ikan segar kami bawa menuju kafe tepi pantai di Jimbaran. Saat senja merayap turun, pantai berubah menjadi panggung cahaya dan suara. Ombak berdebur lembut, lampu kafe menyala keemasan, dan aroma ikan bakar menari di udara. Di antara wisatawan, pedagang, dan deru ombak, terlihat jelas bagaimana keindahan alam Bali menyatu dengan ekonomi warganya
mengalir dari laut, berpindah ke pasar, lalu menghidupi banyak keluarga.

Di Jimbaran, tradisi hadir dengan lembut. Ia terlihat dari senyum nelayan yang membereskan jala, bumbu turun-temurun di dapur sederhana, hingga cara warga merawat pantai sebagai sumber penghidupan. Tradisi dan alam Bali berjalan beriringan, membentuk keseimbangan yang nyata.

Kunjungan singkat ini mengingatkanku bahwa Bali bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah tempat di mana keindahan alam menjadi latar, tradisi menjadi jiwa, dan ekonomi masyarakat bergerak dalam ritme yang selaras dengan debur ombak.

Dan ketika malam mulai menutup senja, aku pulang dengan satu kesan sederhana, Bali tidak hanya indah untuk dilihat, tetapi hangat untuk dirasakan.[]
Lebih baru Lebih lama