HARI masih pagi sekali ketika mobil yang kami tumpangi melaju menyusuri jalan menuju Desa Rawa Subur, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, pagi itu, Desember 2024. Kabut tipis masih menggantung di udara, sementara hamparan rawa tampak tenang di kejauhan. Kami, rombongan jurnalis dari Kota Kuala Kapuas dalam perjalanan menuju sebuah kegiatan yang mungkin tampak sederhana, namun menyimpan makna besar bagi masa depan energi Indonesia, penanaman perdana tanaman energi multifungsi Gamal.
Bagi sebagian orang, Gamal (Gliricidia sepium) mungkin sekadar pohon hijau yang tumbuh cepat. Namun pagi itu, di tanah Kalimantan Tengah, ia hadir sebagai simbol perubahan, menjadi bagian dari upaya menuju energi berdaulat dan masa depan berkelanjutan.
Dari perjalanan liputan itu terungkap bahwa program ini merupakan hasil kolaborasi besar antara PLN Holding, PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), PT PLN Nusantara Power (PLN NP), Pemerintah Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Palangkaraya.
Sebanyak 200.000 bibit Gamal ditanam di lahan seluas 100 hektare, masing-masing 80 hektare di Desa Rawa Subur, Kapuas, dan 20 hektare di Desa Buntoi, Pulang Pisau.
Proses penanaman melibatkan 11 kelompok tani dan BUMDes setempat, menunjukkan kuatnya sinergi antara pemerintah, BUMN, perguruan tinggi, dan masyarakat.
Menurut Direktur Utama PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang berdampak nyata pada lingkungan dan masyarakat.
"Program ini memanfaatkan lahan tidak produktif, menyediakan pakan ternak berkualitas dari daun Gamal, serta mendukung pelestarian lingkungan menuju target Net Zero Emission (NZE) 2060. Selain itu, Gamal juga menjadi bahan baku biomassa untuk cofiring PLTU,” ujar Iwan.
Dengan begitu, satu tanaman bisa memiliki banyak fungsi menyokong sektor energi, peternakan, dan lingkungan secara bersamaan. Inilah makna sesungguhnya dari energi hijau yang tumbuh dari bumi sendiri.
General Manager PLN UID Kalimantan Selatan dan Tengah, Ahmad Syauki, menyampaikan apresiasinya atas dukungan semua pihak, terutama pemerintah daerah.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas, Septedy, menilai program ini bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
"Kami sudah meminta Dinas PMD dan Dinas Pertanian untuk memperluas penanaman Gamal. PLN EPI siap membeli hasil panen masyarakat, sehingga warga punya kesempatan menambah pendapatan dari lahan mereka sendiri,” ucapnya.
Dukungan serupa datang dari masyarakat desa. Surian, Kepala BUMDes Rawa Subur, menyebut program ini membuka lapangan kerja baru bagi warga.
"Penanaman Gamal memberi manfaat ganda ada pekerjaan, ada pemasukan, dan lingkungan pun tetap lestari,” katanya.
Sebelum Kalimantan Tengah, PLN EPI telah menjalankan program serupa di Gunungkidul (DIY), Cilacap (Jawa Tengah), dan Tasikmalaya (Jawa Barat).
PLN EPI juga menandatangani kerja sama dengan berbagai daerah di Indonesia seperti Banten, Probolinggo, Konawe, Konawe Selatan, Pulang Pisau, dan Kapuas, untuk mengembangkan ekosistem biomassa berbasis pertanian dan ekonomi kerakyatan.
Sore itu, saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, barisan bibit Gamal berdiri tegak di lahan yang dulu gersang. Di antara rawa dan lumpur, kini tumbuh harapan baru tentang masa depan energi Indonesia yang lebih hijau dan mandiri.
Perjalanan liputan kami hari itu mungkin telah usai. Namun kisahnya terus hidup, berakar dalam setiap batang Gamal yang tumbuh, menjadi saksi bahwa kemandirian energi tidak hanya dimulai dari pembangkit besar, tapi juga dari tanah desa yang digarap dengan tangan-tangan penuh semangat.
“Menanam energi bukan sekadar menanam pohon. Ini tentang menanam masa depan.” (Catatan Perjalanan Liputan, Desember 2024)