Belanja Pemerintah Non Tunai

Belanja Pemerintah Non Tunai

PELAKSANAAN pembayaran belanja pemerintah pusat melalui  APBN yang bisa dikatakan “modern dimulai sejak digulirkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tanggal 29 November 2012 tentang Tata Cara  Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam peraturan tersebut, pembayaran kepada yang berhak menerima dilaksanakan dengan dua cara, yaitu pembayaran langsung (LS) melalui rekening yang berhak menerima dan pembayaran tunai melalui Uang Persediaan (UP) Bendahara Pengeluaran. 

Pada dasarnya pembayaran belanja dilakukan secara langsung melalui rekening penerima, akan tetapi untuk belanja sehari-hari perkantoran yang nilainya kecil (di bawah 50 juta rupiah) dimungkinkan secara tunai melalui UP yang telah ditetapkan diawal tahun Anggaran.

Dalam perjalanannya, dilakukan perubahan PMK Nomor 190/PMK.05/2012 dengan PMK Nomor 178/PMK.05/2018 tanggal 26 Desember 2018 serta pengaturan lebih detil dengan PMK Nomor 196/PMK.05/2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).

Salah satu perubahan yang diberlakukan adalah Uang Persediaan dibagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk tunai dengan proporsi 60% dan 40% dalam bentuk KKP.

KKP yang merupakan uang muka kerja yang diberikan dalam bentuk batasan belanja (limit) kredit kepada Bendahara Pengeluaran/BPP yang penggunaannya dilakukan dengan KKP untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS yang sumber dananya berasal dari rupiah murni.

Dalam perkembangan lebih lanjut, Direktorat Jenderal Perbendaharan (DJPb) menginisiasi penggunaan Uang Persediaan melalui sistem marketplace dengan Digital Payment, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Direktur  Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-20/PB/2019 tanggal 15 November 2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment pada Satuan Kerja.

Sejak tahun 2020 semua Satker instansi vertikal DJPb telah ditetapkan sebagai peserta uji coba sistem ini, yang terdiri dari Satker Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan   Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di seluruh Indonesia. 

Berikutnya sejak tahun 2022, seluruh satuan kerja pengguna APBN sudah diperintahkan untuk menguji coba penggunaan digipay.

Adapun Bank Umum yang ditetapkan sebagai peserta uji coba adalah tiga bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) yaitu Bank Mandiri, BRI, dan BNI


Kartu Kredit Pemerintah (KKP)
PEMBAYARAN dengan KKP merupakan metode pembayaran yang dapat membantu tingkat transparansi kementerian dan lembaga serta memudahkannya untuk diawasi masyarakat. 

KKP diberlakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi,  mengurangi potensi fraud dari  transaksi secara tunai dan mengurangi cost of fund/idle  cash  dari penggunaan Uang Persediaan.   

Penggunaan uang tunai dinilai memberikan risiko kecurangan. Pembuatan kuitansi palsu adalah hal yang bisa dicegah ketika transaksi dialihkan menggunakan sistem non tunai. 

Penggunaan KKP ini diharapkan sebagai bentuk pengawasan transaksi keuangan pemerintah dengan bantuan lembaga perbankan. Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No. 196/PMK.05/2018 sebagai dasar hukum pengimplementasian KKP. 

Peraturan tersebut menguraikan empat prinsip dasar dalam penggunaan KKP, yaitu: fleksibilitas, keamanan, efektivitas dan akuntabilitas. Penggunaan kartu kredit ini memungkinkan pembelanjaan persediaan atau barang milik negara dilakukan secara luas dengan media daring pada merchant yang menyediakan Electronic Data Capture (EDC).

Keamanan dalam bertransaksi dimaksudkan menghindari fraud  yang disebabkan penggunaan uang tunai. Efektivitas dilihat dari sisi pengurangan dana yang menganggur/idle cash dan biaya dana atas Uang Persediaan (UP) milik pemerintah. 

Pemakaian kartu kredit juga dapat meningkatkan akuntabilitas dalam  pembayaran tagihan negara dan pembebanan biaya penggunaan UP.

Terdapat dua jenis KKP yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran belanja negara di Indonesia. Peruntukkannya pun disesuaikan dengan namanya.

Kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal adalah kartu kredit yang dapat digunakan untuk membeli alat tulis kantor, jamuan makan, pemeliharaan peralatan kantor dan belanja barang milik negara yang nilai maksimumnya adalah lima puluh juta rupiah. 

Kartu kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan adalah kartu kredit yang dapat digunakan membeli tiket pesawat, membayar penginapan dan sewa kendaraan pemerintah dengan nilai maksimum pembelanjaan sebanyak dua puluh juta rupiah.


Digipay Marketplace
KEMENTERIAN Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) khususnya Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sejak Triwulan IV tahun 2019 memperkenalkan penggunaan Uang Persediaan (UP) melalui Sistem Digital Payment/ Marketplace.

Sistem ini meliputi proses bisnis pengadaan dan pembayaran dengan Uang Persediaan pada Bendahara Pengeluaran satuan kerja (satker) pengelola APBN. Direktorat Jenderal  Perbendaharaan melakukan  serangkaian upaya untuk keberhasilan dan kemanfaatan dari inisiatif uji coba tersebut.

Uji coba penggunaan Uang Persediaan melalui DIGIPay dalam pelaksanaan APBN sejalan dengan upaya pemerintah memasyarakatkan transaksi non tunai. 

Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 230/PMK.05/2016 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 inisiatif penggunaan transaksi non tunai dalam pelaksanaan APBN diimplementasikan melalui penggunaan internet banking, kartu debit dan KKP (KKP). 

Penggunaan sistem DIGIPay, sejalan dengan upaya simplifikasi proses bisnis dan efisiensi pelaksanaan anggaran yang ingin dicapai melalui penggunaan internet banking, kartu debit dan KKP. 

Secara konsep dan alur proses bisnis, efisiensi dan simplifikasi diharapkan dengan peningkatan akuntabilitas, efisiensi waktu dan berkurangnya Uang Persediaan Tunai yang digantikan dengan limit penggunaan kartu kredit. DIGIPay juga diharapkan dapat menjadi solusi dari beberapa isu implementasi dalam inisiatif sebelumnya.

Penggunaan Uang Persediaan melalui sistem Digital Payment-Marketplace meliputi aspek pengadaan secara elektronik dan pembayaran secara non-tunai. Akumulasi aspek pengadaan dan pembayaran tersebut, tidak terdapat pada mekanisme pembayaran melalui internet banking, kartu debit, maupun KKP.

Jika dibandingkan dengan penggunaan internet banking atau kartu kredit, masing-masing lebih merupakan instrumen pembayaran dan tidak terkait dengan mekanisme pengadaan sebagaimana yang menjadi kelebihan DIGIPay. 

Dalam hal penggunaan KKP, meskipun dapat dilakukan  pengadaan secara elektronik/daring, pelunasan atas kewajiban yang timbul dari penggunaan KKP tetap harus dilakukan melalui pelunasan tagihan kartu kredit.

Untuk pelunasan tersebut, Bendahara Pengeluaran mengajukan Surat Perintah  Membayar Penggantian Uang  Persediaan KKP (SPM  GUP KKP) ke KPPN. 

Selain simplifikasi proses bisnis, kelebihan dari sistem DIGIPay juga dapat menjadi alternatif dari beberapa kendala implementasi transaksi non-tunai lainnya, khususnya terkait penggunaan KKP.

Salah satu isu utama dalam penggunaan KKP adalah ketiadaan  mesin Electronic Data Capture  (EDC) dan potensi biaya-biaya lain  yang ditagihkan oleh rekanan/penyedia karena kurangnya pemahaman rekanan/penyedia. Kedua hal tersebut, relatif tidak menjadi isu permasalahan dalam sistem DIGIPay.

Namun demikian, implementasi  DIGIPay juga bukan tanpa tantangan. Penggunaan DIGIPay pada saat ini baru dapat dilakukan untuk pengadaan dan pembayaran kepada rekanan yang memiliki rekening di bank penyedia platform aplikasi DIGIPay yang digunakan oleh Satker. 

Ekslusivitas platform aplikasi ini juga berdampak pada perbedaan pada teknis penggunaan platform DIGIPAy yang disediakan oleh bank yang berbeda.

DALAM implementasinya, sampai  sekarang Penggunaan KKP dan  Digipay Marketplace belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Permasalahan utama ada pada ketersedian teknologi yang mendukung, khususnya bagi satuan kerja pemerintah yang berlokasi jauh dari pusat perkotaan. Di daerah-daerah tersebut di mana jaringan internet masih sangat terbatas dan penyedia barang pada umumnya belum mengenal belanja non tunai. 

Ajakan untuk menjadi mitra digipay dan penggunaan mesin EDC masih menjadi tantangan berat. Teknis penggunaan digipay, di antaranya penginputan detail jenis barang/jasa yang disediakan, cara pemesanan, cara pembayaran, negosiasi harga, biaya pengantaran barang dll berpotensi menjadi permasalahan pada penggunaan oleh rekanan yang relatif baru menggunakan DIGIPay.[]

Penulis : Kaspuddin, S.P.,M.A.
Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Madya pada Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang.

Lebih baru Lebih lama