Dikuatkan PK MA, Basri Ajukan Eksekusi Lahan ke PN Buntok

Dikuatkan PK MA, Basri Ajukan Eksekusi Lahan ke PN Buntok

SURAT Hibah tahun 1961 dan Surat Putusan PK MA menguatkan Basri untuk meminta PN melakukan eksekusi.| foto : deni 

BUNTOK - Basri, warga pemilik lahan seluas 12 hektare, mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN) Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah.

Klaim Basri sendiri didasari Surat Hibah tahun 1961 silam, di mana lahan yang Ia miliki itu berada di Dusun Kelanis Murung, Desa Kelanis, Kecamatan Dusun Hilir Kabupaten Barito Selatan. 

Permohonan eksekusi yang diajukan Basri juga didasari Surat Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor : 562/PK/Pdt./2021.

Dalam kasus ini, Basri melalui kuasa hukumnya, Akhmad Junaidi mengajukan permohonan kepada PN Buntok untuk melakukan  eksekusi lahan seluas 12 hektare yang dikuasai dan digunakan oleh  PT Adaro Indonesia (AI).

Kasus ini sendiri bergulir di PN Buntok sejak 2005 silam.

"Permohonan eksekusi dilakukan setelah MA dalam putusannya mengabulkan permohonan PK yang diajukan Basri. Putusan PK Mahkamah Agung Nomor. 562/PK/Pdt./2021 pada 7 Oktober 2021 yang salinan putusannya kami terima pada 8 Maret 2022, menyatakan mengabulkan gugatan klien kami atas lahan yang selama ini dikuasai oleh PT Adaro Indonesia,” ungkap Junaidi kepada  media ini,  Senin (21/3/2022).

Junaidi menjelaskan, persoalan sengketa lahan antara kliennya dengan PT Adaro Indonesia tersebut telah berproses hukum sejak 2005 slim.

"Saat itu (2005), putusan PN Buntok telah menyatakan mengabulkan gugatan yang diajukan klien kami," jelasnya.

Namun, lanjutnya, putusan PN Buntok itu kemudian digugurkan oleh putusan banding oleh Tergugat PT Adaro Indonesia di Pengadilan Tinggi Kalteng pada 2006 yang lalu.

"Kemudian klien kami (penggugat) mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, dan dalam putusannya MA menolak permohonan Kasasi oleh kliennya," terangnya.

Ia menambahkan, upaya hukum terus dilakukan pihak Basri, selalu penggugat dengan mengajukan PK ke MA pada awal 2021 lalu. Hingga akhirnya putusan PK menyatakan mengabulkan permohonan penggungat dan membatalkan putusan Kasasi MA sebelumnya. 

"Putusan Kasasi itu, secara jelas Majelis Hakim PK MA menyatakan bahwa klien kami adalah pemilik sah dari lahan seluas sekitar 12 hektare yang selama ini dikuasai dan digunakan oleh PT Adaro Indonesia," bebernya.

Majelis, lanjutnya, juga tegas menyatakan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan melawan hukum. 

"Karena itu, hari ini klien kami mengajukan permohonan eksekusi kepada PN Buntok, yang diharapkan agar sesegera mungkin melakukan eksekusi atas putusan PK MA yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht," tandasnya.

Terkait permohonan eksekusi Basri tersebut, awak media ini langsung  mengonfirmasi via WhatsApp kepada manajemen PT Adaro Indonesia, Selasa (22/3/2022) pagi.

Manajemen PT Adaro Indonesia melalui Media Relations Section Head at PT Adaro Indonesia,  Kadarisman menyampaikan pesan Legal Adaro.

"Hadang (tunggu, red) aku tanyakan ke bagian Legal dulu," balasnya via pesan berbalas WA.

Tak berapa lama dibalas lagi, "Jawab dari Legal Adaro Candra Yusab, Adaro menghormati keputusan Hakim," tulis Kadarisman.

Saat dikonfirmasi, Humas PN Buntok, Widana Anggara Putra SH M.Hum menuturkan, permohonan eksekusi diajukan oleh kuasa pemohon eksekusi kemarin.

"Tanggapan pengadilan menerima permohonan eksekusi tersebut. Selanjutnya akan dilakukan setelah eksekusi yang dibuat oleh Panmud Perdata, kemudian dilakukan telaah oleh panitera, hakim pengawas perdata sekaligus pengawas eksekusi dan terakhir telaah oleh KPN," paparnya.

Menurutnya, apabila permohonan eksekusi tersebut dipandang bisa dilaksanakan eksekusi (putusan bersifat condemnatoir), maka pemohon diperintahkan untuk membayar biaya eksekusi.

Setelah itu, tahapan eksekusi akan dimulai dengan eksekusi pengosongan. Namun apabila dalam tahap aanmaning pihak termohon eksekusi bersedia melaksanakan bunyi putusan.

"Secara sukarela maka tahapan eksekusi selanjutnya berhenti dan akan dibuatkan akta pendamping (Akta perdamaian penyerahan obyek eksekusi secara sukarela)," pungkasnya.[deni]


Lebih baru Lebih lama