Kalsel Cari Pembiayaan Penanganan Covid-19 Melalui PAP

Kalsel Cari Pembiayaan Penanganan Covid-19 Melalui PAP

TAHUKAH Anda penggunaan air di darat dikenakan Pajak Air Permukaan (PAP). PAP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 

Dilansir dari online-pajak.com, awalnya dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air Permukaan bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP). Namun dalam undang-undang terakhir yakni UU Nomor 28 tahun 2009, PPPABTAP terbagi menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak Air Bawah Tanah (PABT) dan Pajak Air Permukaan (PAP).

Berdasarkan undang-undang tersebut, PAP adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Lalu, air permukaan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. 

Pada Pasal 21, objek dari pajak ini adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Sedangkan yang tidak termasuk dalam objek pajak ini adalah (1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan. (2) Pengambilan dan/atau air permukaan lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

Lalu pada pasal 22, subjek PAP adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Wajib pajak PAP sendiri adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

Siapa saja yang dianggap sebagai pengguna air permukaan dan harus membayar pajaknya pada pemerintah daerah! 

Lebih jelasnya disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 15/PRT/M/2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan. Pada pasal 7, disebutkan kalau pengguna air permukaan dilihat dari jenis kegiatan atau kegiatan usaha yang dilakukan, di antaranya (1) Sosial. (2) Perusahaan non-niaga. (3) Niaga atau perdagangan atau jasa. (4) Industri atau penunjang produksi. (5) Pertanian termasuk perkebunan, peternakan, dan perikanan. (6) Tenaga listrik (pembangkit listrik tenaga air). (7) Pertambangan.

Dari 7 jenis kegiatan atau kegiatan usaha yang disebutkan, usaha yang dikenakan PAP adalah perusahaan non-niaga (PDAM), perusahaan niaga, industri atau penunjang produksi, pertanian, tenaga listrik, dan pertambangan. Sedangkan jenis usaha atau kegiatan usaha sosial dan perusahaan non-niaga di luar PDAM tidak dikenakan PAP. 

Lalu, bagaimana cara menghitung PAP ini? Berdasarkan pasal 23 dalam undang-undang yang sama, dasar pengenaan PAP adalah nilai perolehan air permukaan (NPAP). NPAP sendiri diperoleh dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor berikut (1) Jenis sumber air. (2) Lokasi sumber air. (3) Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air. (4) Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan. (5) Kualitas air. (6) Luas area tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air. (7) Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

Besar nilai perolehan air permukaan ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Karena itu, nilai perolehan satu daerah dengan lainnya dapat berbeda. Namun dalam menghitung dan menentukan NPAP, pemerintah daerah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 15/PRT/M/2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan.

Terkait dengan PAP ini demi pembiayaan penanganan Covid-19, melalui Siaran Pers Humas Pemprov Kalsel, mengabarkan bahwa Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Safrizal ZA menginginkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Air Permukaan bisa lebih dioptimalkan. 

Hal ini disampaikan Safrizal ZA, usai rapat paripurna dengan agenda Penjelasan Gubernur Kalsel terhadap Raperda Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2020, pada Kamis 17 Juni 2021.  

"Saya menginginkan Pajak Air Permukaan bisa lebih dioptimalkan, saya sudah meminta BPKP untuk mengevaluasinya sekaligus memberikan rekomendasi berapa potensinya, kita banyak perusahaan besar di sini," katanya.

Safrizal menilai realisasi pajak air permukaan tahun 2020 sebesar Rp 4 miliar masih relatif kecil, jika dibandingkan potensi yang ada yang di Provinsi Kalimantan Sslatan. Ia mengatakan, dengan adanya pajak ini maka akan membantu akselerasi pembangunan di banua. 

"Pajak ini sangat membantu pemerintah dalam akselerasi pembangunan, apalagi untuk membiayai penanganan Covid-19 yang membutuhkan anggaran yang besar," katanya.

Safrizal mengatakan, realisasi pendapatan daerah tahun anggaran 2020 sebesar Rp6,4 triliun atau 96, 54 persen dari yang dianggarkan. Pendapatan asli daerah terdiri dari pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain lain dengan realisasi Rp2,9 triliun.

Untuk pendapatan transfer terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana penyesuaian dengan realisasi Rp3,4 triliun. Sedangkan pendapatan lain lain yang sah, merupakan pendapatan dari hibah mencapai Rp84 miliar.[adv/araska]


Lebih baru Lebih lama