Belum Kantongi Izin?, Perusahaan Ini Diduga Garap Lahan Perusahaan Lain

Belum Kantongi Izin?, Perusahaan Ini Diduga Garap Lahan Perusahaan Lain

PALANGKA RAYA, MK - Tindakan yang dilakukan PT BMP terbilang nekat. Pasalnya, perusahaan yang bergerak di bidang Asphalt Mixing Plant (AMP) ini diduga kuat belum mengantongi izin kawasan hutan dari dinas terkait.

Di samping belum mengantongi izin, garapan perusahaan ini juga masuk dalam status Hutan Produksi Terbatas (HPT) milik PT Tingang Karya Mandiri (TKM).

Lahan AMP yang digarap BMP sendiri berlokasi di Kabupaten Barito Selatan (Barsel), tepatnya di Desa Kalahien yang berbatasan dengan Desa Madara, Kecamatan Dusun Selatan (Dusel) Barsel arah Jalan  Buntok - Palangka Raya. 

Uniknya, perusahaan ini disebutkan sudah cukup lama berdiri untuk memproduksi bahan aspal tersebut.

Dikonfirmasi metrokalimantan.com via telpon seluler, Kamis (6/8/2020), Kasi perencanaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gerbang Barito unit IX, Fahrudin SHut mengungkapkan, berdasarkan peta situasi dan status wilayah, lokasi tempat berdirinya AMP itu masuk dalam status HPT milik PT TKM.

“Kalau dilihat peta yang dibikin ini dan melihat dari peta yang kami miliki, area lokasi dari AMP milik PT BMP tersebut masuk di dalam areal HPT dan juga masuk dalam wilayah areal milik PT TKM," bebernya.

Ia menambahkah, saat tim turun untuk pendataan di lapangan, perusahaan tersebut berdalih tidak tahu. Karenanya PT BMP berinisiatif akan mengurus perizinan tersebut.

Untuk izin kehutanan sendiri terpusat di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Provinsi Kalteng.

"Juga ada berhubungan dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), terkait pinjam pakai tersebut," imbuhnya.

Terkait berdirinya AMP PT BMP, awak media mengonfirmasi ke Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Tengah (Kalteng) di Kota Palangka Raya.

Satuan Kerja (Satker) Wilayah lll, Hanyi Ether B mengatakan, saat lelang untuk wilayah lll beberapa waktu lalu, penyedia tidak mencatumkan AMP ini sebagai peralatan pada persyaratan lelang tersebut.

Karena, sambungnya, AMP ini baru didirikan setelah proses lelang sudah berjalan dan ditentukan pemenangnya. Jadi saat itu, AMP yang ada menggunakan di lokasi lainnya.

"Mukin saya akan melihat beberapa ini ya, nanti saya konfirmasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) karena pada saat itu proses lelang, saya belum menjabat di sini dan itu kewenangan kelompok kerja (Pokja) untuk posisi AMP dipakai yang mana," papar Hanyi kepada awak media.

Ia menuturkan, klarifikasi persyaratan AMP di Pokja, bahwa AMP layak digunakan atau tidak. Memang persyaratan produksi AMP harus kalibrasi. Itu harus untuk menentukan sesuai juknik, PPK dan konsultan supervisi yang melaksanakan itu.

"Di kami di balai syarat laik operasional, laik pengunaan AMP harus ada sertifikat dari balai yang harus dikeluarkan," tandasnya.

Ia menjelaskan, izin penggunaan AMP harus ada kalibrasi dan itu harus ada penyesuaian terhadap timbangan serta segala macamnya itu.

Ditanya terkait belum adanya izin AMP kawasan hutan dari Dinas terkait lainnya, Ia mengaku, pihaknya adalah pengguna, artinya AMP yang utuh. 

Kalau hasil kalibrasi atau hasil timbangan sesuai spesifikasi teknis dan memenuhi syarat secara teknis, hasil produksinya bisa dipakai sebagai pekerjaan.

"Kalau di kami ini institusi kami hanya pengguna AMP, terkait izin dan lain-lain itu dari dinas terkait yang lainnya," pungkasnya.[tim redaksi]
Lebih baru Lebih lama