BANJARMASIN – Diseminasi (Regional Gap Analysis (RGA) mengenai Perlindungan Ruang Sipil di Kota Banjarmasin diselenggarakan Kamis, 12 Juni 2025, di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara Ombudsman RI dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), yang bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam perlindungan terhadap ruang sipil dan hak-hak masyarakat di wilayah Kota Banjarmasin.
Dalam sambutannya, Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, menyambut baik kegiatan Diseminasi RGA mengenai Perlindungan Ruang Sipil di Kota Banjarmasin, sebagai bentuk implementasi kerja sama antara Ombudsman Kalsel dan LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) ULM yang dilaksanakan oleh Pusham ULM.
Isu yang diangkat sejalan dengan kewenangan Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik.
Dalam hal ini Ombudsman ingin memastikan bahwa masyarakat berhak mendapatkan pelayanan publik tanpa ada diskriminasi dalam prosesnya. Diskriminasi ini merupakan perbuatan memberikan layanan secara berbeda, perlakuan khusus yang tidak seharusnya, atau tidak adil di antara sesama pengguna layanan.
"Harapan kami, kegiatan ini bisa bermanfaat dan berdampak pada perbaikan pelayanan publik, apa yang dihasilkan menjadi referensi dan inspirasi dalam pembuatan kebijakan, penyusunan program kerja, rencana aksi atau gerakan bersama, serta penguatan kesadaran dan pemahaman masyarakat," ujar Hadi Rahman.
Lebih lanjut, Prof Mirza Satria Buana, Kepala Pusham ULM, menyampaikan bahwa kegiatan ini diprakarsai oleh Program BASIS YAPPIKA dan Pusham ULM. Fokusnya pada dinamika koordinasi dan respons multi pihak di Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin, dengan menggunakan pendekatan sosio-legal. Data dikumpulkan melalui Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan perwakilan masyarakat sipil.
Hasil penelitian menyoroti beberapa isu krusial yang membatasi ruang sipil di Banjarmasin, diantaranya adalah Kebebasan Beragama dan Akses Ruang Publik, Kebebasan Pers dan Ruang Digital, serta Kriminalisasi Pejuang HAM Lingkungan. Isu-isu dimaksud dalam beberapa hal beririsan kuat dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Ombudsman untuk memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik dan terhindar dari maladministrasi, khususnya dalam konteks kebebasan di ruang publik.
Kegiatan diseminasi yang dihadiri oleh berbagai instansi dan organisasi masyarakat tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada para pemangku kepentingan terkait. Di antaranya, melakukan kajian mendalam mengenai dasar-dasar yuridis yang membatasi ruang publik; memaksimalkan peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang telah ada; melakukan peninjauan ulang terhadap ruang sipil di Kalimantan Selatan; membentuk forum yang melibatkan masyarakat untuk mewujudkan partisipasi publik; mendorong implementasi Restorative Justice sebagai alternatif penyelesaian masalah yang berujung pidana serta melakukan sosialisasi kepada OMS mengenai potensi pidana dan informasi terkait Restorative Justice.
Forum ini juga menyoroti pentingnya pendampingan pengawasan terhadap pekerja dan buruh, serta peran serikat pekerja dalam mendampingi anggotanya yang kurang memahami hak-hak mereka.
Ke depan diharapkan, berbagai rekomendasi yang dihasilkan menjadi dasar untuk tindakan lanjutan yang berdampak positif pada peningkatan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya kebebasan ruang sipil yang bisa diakses oleh masyarakat pada umumnya secara berkelanjutan.[]
Tags
𝚖𝚎𝚝𝚛𝚘 𝚔𝚘𝚝𝚊