Dituntut 5 Tahun Penjara, Kades Dadahup Minta Dibebaskan

Dituntut 5 Tahun Penjara, Kades Dadahup Minta Dibebaskan

GUNAWAN Samsi melalui penasihat hukum saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya.| kenedy

PALANGKA RAYA - Kepala Desa Dadahup, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Gunawan Samsi terdakwa Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui penasihat hukumnya meminta dibebaskan dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Permintaan tersebut dilayangkan pada sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Irfanul Hakim tersebut dengan agenda penyampaian pledoi atau nota pembelaan yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (10/5/2022).

"Kami meminta agar terdakwa harus dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan," kata penasihat hukum terdakwa, Guruh Eka Saputra saat membacakan pledoi.

Guruh menerangkan, pihaknya tidak sepakat dengan JPU, dirinya beralasan dalam perkara tersebut ada konstruksi hukum administrasi pemerintahan yang menurutnya belum dilalui tahapan itu.
 

Pertama, berkaitan dengan pungutan desa yang ditetapkan di dalam peraturan desa dadahup nomor 06 2018 tentang pungutan desa. 

Meskipun dalam faktanya bahwa peraturan desa itu dibentuk tidak prosedural, artinya cacat formil, mekanisme atau konsekuensi hukum dari peraturan yang cacat formil itu tidak serta merta batal demi hukum.

Namun, ada tahapan administrasi yang harus ditempuh dulu, maka peraturan itu harus dinyatakan tidak berlaku dulu baik oleh Mahkamah Agung atau Eksekutif Review oleh Bupati.


Dijelaskan, hingga perkara ini pun didalam persidangan, peraturan desa tersebut tidak pernah diajukan pembatalan atau dicabut. 

Oleh sebab itu, lanjut Guruh, seharusnya didalam asas praduga rechmatig di administrasi hukum pemerintahan, perbuatan terdakwa ini harus dianggap sah berdasarkan hukum.

"Meskipun secara formil Peraturan Desa Dadahup tersebut mengandung cacat formil, tetapi konsekuensinya adalah itu harus dibatalkan, selama itu tidak dibatalkan kan tetap berlaku mengikat," ungkapnya 

Disebutkannya, perkara itu murni terkait administrasi pemerintahan. Alasannya, karena ada tahapan-tahapan yang belum dipenuhi didalam proses tersebut.

Menurutnya, Kepala Desa mempunyai kewenangan atribusi oleh Undang-undang Desa, salah satunya menetapkan peraturan desa.

Pada faktanya, Guruh menguraikan, peraturan desa secara fisik ada dan diberlakukan, kemudian secara de jure peraturan desa itu dicatatkan didalam lembaran desa dadahup nomor 06 2018.

"Unsur pasal pun menurut kami ini tidak terbukti, dalam artian dakwaan memaksa itu tidak dapat dibuktikan oleh jaksa.
Di dalam sidang, jaksa hanya mengulang-ulang BAP saja, itu dinamikanya keberatan dan bantahan dari kami pun sangat sering terjadi dalam persidangan, karena jaksa menggiring saksi, karena hanya mengulang BAP," tegasnya.

Selain itu, dalam nota pembelan tersebut juga menekankan keterangan saksi. Menurutnya, hal itu tidak logis diluar penalaran hukum. 

"Pasalnya, ketika didalam jawaban pertama saksi menyatakan tidak ada dipaksa untuk membayar biaya pembuatan surat pernyataan tanah oleh terdakwa.
Kemudian, menjawab pertanyaan selanjutnya dari jaksa mengatakan merasa terpaksa," tukasnya.

Diketahui, Kades Dadahup tersebut didakwa melakukan tindak pidana Korupsi Pungutan Desa dalam pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) di Pemerintah Desa Dadahup sejak tahun 2018 hingga 2021 sebesar Rp253.250.000. 

Jumlah keseluruhan penerimaan pungutan desa dari pembuatan SPT sebanyak 363 ratus sejak tahun 2018 hingga tahun 2021 adalah sebesar Rp248.250.000, ditambah dengan penerimaan uang sebesar Rp5.000.000 dari Arbert yang diterima oleh terdakwa sendiri untuk biaya administrasi pembuatan SPT. 

Sehingga jumlah keseluruhan pungutan yang diterima adalah sebesar Rp253.250.000.

Bahwa terdakwa tidak pernah membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) dan uang hasil pungutan desa tersebut tidak pernah disetorkan ke kas Desa Dadahup melalui rekening Desa setempat.

Bahwa terdakwa mendapat keuntungan pribadi dengan cara melawan hukum yaitu menetapkan Perdes Nomor 06 tahun 2018 tentang Pungutan Desa yang tidak sah dan menetapkan sendiri besaran pungutan desa tanpa melalui musyawarah dengan BPD dan masyarakat Desa Dadahup.

Kemudian Perdes tersebut digunakan sebagai alat untuk melakukan pungutan desa dalam pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) di Pemerintah Desa Dadahup Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas sejak tahun 2018 hingga tahun 2021.[kenedy]


Lebih baru Lebih lama