Menuju Kepunahan Bekantan, DEFI Dilepasliarkan

Menuju Kepunahan Bekantan, DEFI Dilepasliarkan

BEKANTAN adalah jenis satwa primata endemik Borneo, yang sebarannya meliputi tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. 

Dilansir dari jurnal penelitian di laman website media.neliti.com dan sumber lainnya, bahwa bekantan telah dinyatakan sebagai salah satu jenis dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, sejak tahun 1990 bekantan ditetapkan sebagai fauna maskot Provinsi Kalimantan Selatan (Prov Kalsel).

Habitat bekantan bervariasi, yaitu di hutan mangrove, rawa gambut, hutan tepi sungai, hutan Dipterocarpaceae, hutan kerangas, hutan rawa gelam, hutan karet dan hutan bukit kapur/karst. 

Namun demikian, populasi bekantan dinyatakan terancam punah karena wilayah sebaran yang terbatas, hanya di Borneo, serta tingkat gangguan habitat yang sangat tinggi karena konversi lahan hutan, perambahan hutan, penebangan hutan, dan perburuan satwa. 

Menurut McNeely et al. (1990), luas habitat bekantan telah berkurang sebanyak 40%, yakni dari 29.500 km2 menjadi sekitar 17.700 km2. Berdasarkan status dan fungsi kawasan maka hanya 4,1% yang termasuk kawasan konservasi.

Akibat degradasi habitat tersebut, populasi bekantan terus mengalami penurunan secara drastis. MacKinnon (1987) menduga populasi bekantan di Indonesia pada tahun 1987 berjumlah 260.950 individu dengan kepadatan 25 individu/km2. Selama kurun waktu 10 tahun, populasi bekantan menurun hingga tersisa sebanyak 114.000 individu.

Di antara jumlah populasi tersebut, diduga sebanyak 25.625 individu berada di dalam kawasan konservasi, namun menurut simposium Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) bekantan tahun 2004, populasi bekantan ditaksir tinggal 25.000 individu dan sekitar 5.000 individu hidup di dalam kawasan konservasi (Ditjen PHKA 2012). 

Stark et al. (2012) bahkan memperkirakan bahwa populasi bekantan di Kalimantan akan terus mengalami penurunan sampai lebih dari setengah populasi yang ada saat ini, dan menuju kepunahan dalam kurun waktu kurang dari 27 tahun jika tidak ada upaya peningkatan pengelolaan habitat.

Sedangkan di Kalsel sendiri, populasi bekantan menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), Amalia Rezeki menyebutkan, populasi bekantan mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Data tahun 2013 sampai 2020 yang dimiliki SBI, dari jumlah 5.000-an ekor berkurang menjadi 2.500 ekor. 

“Penurunan populasi bekantan di Kalsel mencapai 50 persen,” kata Amalia. 

Menurut Amalia, banyak faktor penyebab berkurangnya populasi bekantan. Bukan hanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) untuk kepentingan komersial saja, tapi juga karena alih fungsi lahan. Banyak lahan yang dijadikan perkebunan dan permukiman maupun untuk kepentingan lainnya. 

“Perburuan liar juga jadi penyebab lajunya penurunan bekantan,” ujar Amalia.

Melihat kondisi populasi bekanten seperti itu, penting dilakukan upaya konservasi, namun biaya konservasi tidaklah sedikit. Maka Pemprov Kalsel memberikan dana hibah sebesar 350 juta rupiah pada Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia.

Melalui Siaran Pers Pemprov Kalsel, mengabarkan Penjabat (Pj) Gubernur Kalsel, Safrizal ZA, usai melepasliarkan DEFI (Daku Fauna Eksotis Indonesia) bekantan betina di Bekantan Research Station, Pulau Curiak, Barito Kuala (Batola) pada 2 Juli 2021, mengatakan pemberian dana hibah itu bertujuan mendukung upaya konservasi bekantan, yang merupakan satwa endemik Kalimantan.

Safrizal mengungkapkan, penambahan dana hibah bisa menyesuaikan kembali tahun berikutnya.

"Tahun ini kita berikan 350 juta. Jadi jika tahun depan dirasa kurang, kita susun kembali, apa saja yang bisa kita kembangkan," tuturnya.

Sebelum aksi pelepasliaran bekantan, Safrizal didampingi jajaran Forkopimda melakukan penanaman kopi Liberika di kawasan Pulau Curiak. Varian kopi Liberika disebut mampu tumbuh dengan baik di lahan gambut. Pun tahan terhadap lingkungan panas dan lembab. 

Adapun Pj Gubernur Kalsel melepasliarkan satu ekor bekantan di kawasan Pulau Curiak, yang dikelilingi oleh mangrove rambai. Bekantan yang diberi nama DEFI oleh Pj Ketua TP PKK Kalsel, Safriati Safrizal, yang ikut hadir menyaksikan pelepasliaran Defi, bersama dengan Ketua DPRD Kalsel dan beberapa Pejabat Pemprov Kalsel. 

Bekantan yang dilepaskan ke habitat alaminya hari ini menggenapkan jumlah bekantan di Pulau Curiak menjadi 29 ekor.

"Mudah-mudahan penambahannya lebih cepat lagi. Empat tahun ini baru nambah 14 ekor," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan SBI, Amalia Rezeki, mengaku sangat senang atas perhatian Pemprov Kalsel. Dana hibah merupakan bentuk dukungan serius untuk melestarikan satwa endemik Kalimantan.

Terkait bekantan yang dilepasliarkan hari ini, ia menjelaskan kondisinya. Satwa tersebut merupakan korban kecelakaan yang ia evakuasi bersama BKSDA.

"Pada saat kita melakukan evakuasi bersama BKSDA, kita melakukan perawatan intensif, kita melakukan rehabilitasi di Yayasan Sahabat Bekantan, dengan perawatan kurang dari setahun," ungkapnya.[adv/araska]


Lebih baru Lebih lama