Lalai Lapor Satgas Covid-19 Tabalong, 17 Hari Tanpa Tracing

Lalai Lapor Satgas Covid-19 Tabalong, 17 Hari Tanpa Tracing

LAPORAN data yang sampai pada kepala daerah maupun provinsi, bisa saja tidak sesuai dengan kenyataannya.

Sebelumnya, melalui Siaran Pers Humas Pemprov Kalimantan Selatan (Kalsel), mengabarkan Penjabat Gubernu Kalsel, Dr Safrizal ZA Msi, melakukan pencanangan gerakan Sejuta Masker Jilid II dan Aplikasi RT Cegah Covid-19  di Kabupaten Tabalong, pada Jumat pagi, 19 Maret 2021.

Serta menyerahkan penghargaan kepada sejumlah pihak, yang membantu penanganan pencegahan Covid-19 di daerah, dan mengapresiasi upaya  Pemkab Tabalong dalam upaya pencegahan virus ini, yang berhasil menjadi daerah terendah kasus Covid-19 di Kalsel. Sehingga akan diusulkan menjadi salah satu daerah terbaik nasional.

Safrizal juga mengatakan, kombinasi dari kedisplinan warga menggunakan masker berkualitas, disiplin menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes) yang baik, dan praktik 3T (Tracing, Testing, Treatment) di Kalsel menjadi kunci efektivitas menekan penularan Covid-19. Ia meminta agar Prokes dan 3T tersebut untuk segera ditingkatkan.

Sementara itu, Bupati Tabalong, Anang Syakhfiani mengatakan, pencanangan dilakukan karena pihaknya yakin pemakaian masker dan penegakan yustisi  protokol kesehatan, efektif menekan kasus penyebaran Covid-19.

Benarkah Tabalong berhasil menjadi daerah terendah kasus Covid-19 di Kalsel, atau itu sekedar data di atas kertas saja?

Pada Minggu, 11 April 2021, dalam chat grup whatsapp keluarga penulis, ada kerabat di Kecamatan Tanjung  yang berinisial SY, menceritakan bahwa kesehatannya sudah membaik dan mungkin dalam 3 hari ke depan sudah boleh pulang ke rumah. 

SY menuturkan, pada 25 Maret 2021, ia pulang berobat dari salah satu klinik di Banjarmasin. Ia pulang ke Tanjung menggunakan taksi travel, dan penumpang dalam taksi hanya ada SY dengan supir. Lalu pada 26 Maret 2021, kesehatannya memburuk dan sulit bernapas. Suami SY kemudian membawanya Rumah Sakit. Ia dinyatakan positif Covid-19 dan dirawat serta diisolasi di RSUD H. Badaruddin Kasim.

Penulis bertanya padanya, “apakah sudah ada Tracing dari Satgas Covid-19?”
Ia jawab, “belum ada.”
Kerabat lain berkata, “basunyian haja jangan dilaporkan, maulah hati urang hara (diam-diam saja jangan dilaporkan, nanti membuat orang cemas).”

Penulis berpikir, kalau dijawab sesuai aturan pemerintah, tentu tidak akan berpengaruh, sudah pasti akan dibantah lagi. Karena bagi sebagian masyarakat yang religius, akan berbeda ceritanya.

Maka penulis katakan, “amun basunyian haja, imbah itu ada nang garing kana Covid-19, badosa banar nang basunyian tadi. Apalagi amun nang garing tadi sampai maninggal dunia, jadi dosa ganal. (Kalau diam-diam saja, lalu ada yang sakit terinfeksi Covid-19, maka berdosa yang diam saja tidak melaporkan. Apalagi kalau yang sakit tersebut sampai meninggal dunia, maka menjadi dosa besar).”
Akhirnya tidak ada lagi yang mencoba membantah dalam chat grup whatsapp.

Ada 2 kemungkinan SY tertular Covid-19, yaitu saat berobat di salah satu klinik di Banjarmasin atau saat pulang ke Tanjung menggunakan Taksi Travel.

Paginya, Senin, 12 April 2021, penulis mencoba menghubungi Call Center Satgas Covid-19 Kalsel dari Dinas Kesehatan, untuk menanyakan apakah bisa Tracing antara dua daerah dan apakah tetap dilakukan Tracing setelah 17 hari berlalu. Tapi 2 nomor telepon yang tertera di corona.kalselprov.go.id, tidak bisa tersambung. 

Selanjutnya penulis menghubungi Call Center Satgas Covid-19 Tabalong, dan tersambung dengan salah satu petugas berinisial BD. Setelah melaporkan kondisi SY yang tidak ada Tracing, terjadi perbincangan dan tanya jawab antara penulis dan BD.

BD mengatakan, tetap akan dilakukan Tracing walau sudah berlalu 17 hari. Satgas Covid-19 Tanjung tidak melakukan Tracing karena tidak ada laporan dari Rumah Sakit. Sehingga adanya kemungkinan kelalaian dari pihak Rumah Sakit melakukan pelaporan tersebut.

Tracing yang akan dilakukan hanyalah siapa-siapa yang kontak dengan  SY, seperti suaminya dan keluarganya. Sedangkan dari mana SY terinfeksi Covid-19, tidak memungkinkan lagi, karena sudah terlalu luas jangkauannya.

Menurut BD, tidak bisa dilalukan Tracing antar daerah seperti antara Tanjung  dan Banjarmasin, karena itu akan sangat menyuliktan. Bisa saja dilakukan koordinasi dengan Satgas Covid-19 Banjarmasin, namun apakah akan dilakukan Tracing atau tidak di Banjarmasin, terserah pada Satgas Covid-19 Banjarmasin.

BD mengakui, tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat di Tanjung dan Tabalong umumnya, sangat minim dalam menerapkan protolol kesehatan, hal ini terlihat pada aktivitas sehari-hari di jalan raya, banyak masyarakat yang tidak mengenakan masker, hanya mengenakan masker apabila ada rajia dari petugas Satgas Covid-19. Atau masker yang dikenakan posisinya tidak benar. Tidak hanya di jalan, tapi juga di tempat ibadah, banyak yang mengabaikan protokol kesehatan.

BD khawatir pada Ramadhan ini akan terjadi lonjakan kasus positif Covid-19, dengan adanya shalat tarawih berjamaah di tempat ibadah. Himbauan dan sosialisasi untuk menerapkan protokol kesehatan, bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan ulama sudah pula dilakukan, namun tetap saja banyak manyarakat yang abai.

“Mereka hanya percaya dengan adanya Covid-19, setelah mereka sendiri terinfeksi Covid-19. Kalau benar-benar dilakukan tes Covid-19 terhadap masyarakat, pasti akan banyak sekali yang positif Covid -19 untuk kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) atau dulu disebut Orang Tanpa Gejala (ODP),” ucap BD.

Itu sebagian perbincangan dengan BD dan bisa dibayangkan 17 hari tanpa Tracing, mungkin sudah banyak terinfeksi. Karena suami SY tetap bekerja seperti biasanya, setelah mengantar SY ke Rumah Sakit, keluarganya pun tetap beraktivitas seperti biasa. 

Lalu bagaimana kemungkinan terinfeksinya SY di salah satu klinik kesehatan di Banjarmasin, yang menurut cerita SY, situasi menunggu antrian berobat saat itu pasiennya sangat banyak, ia menunggu dari Ashar hingga lepas Isya. Infeksi bisa saja terjadi dari salah satu pasien ke pasien yang lain, dan setelah 17 hari tanpa Tracing, telah menyebar ke mana lagi virusnya.

Atau di kemungkinan kedua, terinfeksi saat di taksi travel, karena supir travelnya tidak mengenakan masker. Dan setelah 17 hari tanpa Tracing, tentunya taksi travel tersebut sudah mengangkut banyak penumpang lain.

Membandingkan dengan koordinasi yang cepat antara Rumah Sakit dan Satgas Covid-19 di Banjarmasin. Salah seorang kenalan di Sungai Andai menuturkan, bahwa anak tetangganya dinyatakan positif Covid-19 saat di rawat di Rumah Sakit, dan tak berselang lama datang Satgas Covid-19 melakukan Tracing dan isolasi mandiri untuk keluarga pasien. Koordinasi yang cepat, Tracing dan tes Covid-19 yang cukup banyak, wajar kalau Banjarmasin tertinggi kasus Covid-19nya di Kalsel.

Abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan saat di jalan raya, tidak hanya terjadi di Tanjung saja, tapi juga terjadi di daerah-daerah lain di Kalsel. Namun ada sedikit pengecualian di Banjarmasin, karena 99% masyarakat yang berlalu lalang di jalan raya mengenakan masker dengan benar. Akan tetapi, setelah sampai di tujuan atau saat bertemu seseorang, kebanyakan masker diturunkan pada dagu bahkan dilepas, lalu bersalam-salaman seperti biasa sebelum ada pandemi.

Melihat dari kelalaian ini, maka laporan data tertulis, bisa saja tidak sesuai dengan kenyataannya dilapangan. 

Katakanlah ini hanya satu kasus kelalaian, dan tidak membawa pengaruh yang signifikan untuk data positif Covid-19 di Tabalong. Ya, ini memang hanya satu kasus, yaitu satu kasus yang ketahuan, bagaimana dengan kasus-kasus yang tidak ketahuan, entah di Tabalong atau daerah lain di Kalsel, yang mungkin saja terjadi!.[araska/adv]


Lebih baru Lebih lama