Kalsel Bersiap Terapkan Raperda Berbasis Digital

Kalsel Bersiap Terapkan Raperda Berbasis Digital

TEROBOSAN yang dilakukan pemerintah dengan meluncurkan aplikasi peraturan daerah elektronik atau e-perda diharapkan dapat menjamin keterlibatan publik.

Aplikasi e-Perda adalah sebuah inovasi yang dilahirkan Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri untuk menyediakan aplikasi layanan berbasis digital bagi pemerintah daerah. Keberadaanya juga untuk mendayagunakan kecepatan teknologi, informasi dan komunikasi dalam hal fasilitasi dan koordinasi seluruh rancangan produk hukum daerah.

Menyikapi Aplikasi e-Perda ini, melalui siaran Pers Humas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel), mengabarkan rapat Pemprov Kalsel untuk persiapan implementasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah dalam rangka fasilitasi Raperda dan Raperkada melalui aplikasi e-perda.

Rapat berlangsung di Gedung  Idham Chalid, Perkantoran Setdaprov Kalsel di Banjarbaru, pada Selasa 6 April 2021. Rapat dibuka Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Setdaprov Kalsel, Saiful Azhari mewakili Pejabat (Pj) Gubernur Kalsel Safrizal Za.

Narasumber Direktur Produk Hukum Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun MSi dengan  peserta dari Biro Hukum Provinsi Kalsel dan Bagian kabupaten/kota se-Kalsel.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) meluncurkan Aplikasi e-Perda, pada Rabu 13 Januari 2021, yang  diikuti Kepala Biro Hukum Provinsi se-Indonesia, Kepala Bagian Hukum Kabupaten/Kota terpilih, Pejabat dari Pusdatin Setjen Kemendagri, serta  Administrator dan Jabatan fungsional tertentu Ditjen Otda.

Aplikasi e-Perda dapat mempercepat proses kegiatan dalam hal fasilitasi dan koordinasi seluruh rancangan produk hukum daerah. Sehingga Pemerintah daerah tidak perlu membuat sistem aplikasi sejenis, dan cukup menggunakan  e-Perda tersebut dalam menunjang kegiatan pemerintahan daerah.

Sistem aplikasi e-Perda akan terus dilakukan pengembangan dengan rencana tiga tahapan sebagai rencana project peningkatan layanan kegiatan pembentukan produk hukum daerah. 

Sistem e-Perda  akan diselesaikan dalam tiga tahapan. Pertama, tahap jangka pendek dengan fokus penguatan proses digitalisasi administrasi agar bisa cepat, efektif, efisien dan transparan, tidak dilakukan secara manual (konvensional);

Kedua, tahap jangka menengah antara lain e-Perda ini mampu terkoneksi dengan SIPD dan JDIH, BPHN serta sistem lain terkait, hal ini untuk mempercepat akses dan informasi yang dibutuhkan dalam hitungan menit.

Ketiga, sedangkan untuk pengembangan jangka panjang adalah e-Perda yang memiliki tools kecerdasan untuk mendukung permodelan pengambilan keputusan (Decision Support System) dan hal strategis lainnya seperti keamanan data dan informasi sebagai Master Data Produk Hukum Daerah yang sifatnya strategis bagi Kemendagri dan Pemerintah Daerah.

Aplikasi e-Perda diluncurkan sebagai Amanat Undang - Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengamanahkan adanya bentuk keterbukaan informasi publik dalam pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien.

Mendorong terciptanya clean and good governance. Tak hanya itu, hal ini juga sebagai wujud implementasi amanat Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah, bahwa sistem e-Perda merupakan suatu bagian dari SIPD yang memberikan data dan informasi dalam suatu proses pembentukan Perda dan Perkada yaitu melalui konsultasi, fasilitasi dan pemberian noreg. 

Dilansir dari www.kppod.org yaitu web site Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng, mengatakan bahwa  salah satu tantangan adanya aplikasi e-perda adalah jaminan keter¬libatan publik. Jangan sampai e-perda justru sekadar untuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

’’Jangan sampai e-perda ha¬nya untuk masalah administrasi konsultasi daerah ke pusat. Atau hanya untuk registrasi perda. Memang di dalam sistem itu ada e-konsultasi, tapi saya belum tergambar bagaimana masukan ini benar-benar dapat diakomodasi pemda nantinya,” katanya.

Untuk memaksimalkan aplikasi ini, sosialisasi harus benar-benar dimaksimalkan. Bahkan, pemda juga harus memfasilitasi agar masyarakat benar-benar terlibat dalam e-perda. Dengan demikian, pem¬buatan perda tidak lagi sepihak.

Menurut Endi, hal ini menjadi tantangan tersendiri karena aplikasi tersebut menuntut agar setiap pemda menjadi lebih terbuka, padahal selama ini hampir semua daerah kultur pemerintahannya tertutup. Pemda terkesan tidak mau repot menindaklanjuti laporan atau masukan masyarakat.

Hal lain yang tak kalah penting adalah infrastruktur, terutama jaringan internet. Tanpa infrastruktur yang memadai, tentu aplikasi ini hanya akan menjadi sia-sia belaka. Di samping itu, penyiapan sumber daya manusia juga harus dipersiapkan secara baik.

’’Info pembatalan juga harus disampaikan ke masyarakat. Sering kali perda dibatalkan, tapi di daerah masih jalan terus. Dengan ini kan jadi tidak ada lagi yang dirugikan,” tuturnya.[araska/adv]


Lebih baru Lebih lama