Kebijakan Deliberatif dalam Upaya Penanganan Permasalahan BLT Covid-19

Kebijakan Deliberatif dalam Upaya Penanganan Permasalahan BLT Covid-19

PENYEBARAN pandemi Covid-19 atau biasa disebut virus corona yang masih berlangsung membuat tugas pemerintah tidak hanya berfokus pada pencegahan dan penanganan virus corona. Akan tetapi pemerintah juga ditugaskan menjalankan fungsinya melakukan pengendalian dampak dari adanya virus corona.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dampak dari adanya virus corona yang menjadi isu utama, salah satunya berkaitan dengan pengaruh ekonomi masyarakat. Pendapatan masyarakat yang mengalami penurunan yang signifikan, bahkan bisa saja memudarkan pendapatannya.

Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sudah tidak seperti biasanya lagi dapat maksimal meraup keuntungannya. Para pekerja becak, ojek maupun sopir taksi juga demikian tidak seperti biasanya melakukan jemput-antar penumpang.

Begitu pula dengan masyarakat yang mengandalkan pekerjaannya baik dibidang pertanian, perkebunan, dan perikanan serta bidang lainnya yang khususnya terdampak dari adanya virus corona juga mengalami posisi tawar harga yang tidak menggembirakan atas produk yang mereka hasilkan.

Kemudain para tenaga kerja di sektor swasta juga banyak yang mengalami pemotongan gaji sebagai penghasilan pekerjaannya.

Bahkan yang menyedihkan tidak sedikit juga tenaga kerja yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tempat kerjanya. Lebih beratnya lagi bilamana pekerja yang mengalami PHK tersebut merupakan pilar kehidupan karena tulang punggung keluarganya.

Beranjak dari fenomena yang ada ini, maka responsivitas pemerintah dengan fungsinya sebagai pelayan, pembangunan serta pemberdayaan merupakan sebuah keniscayaan untuk mencarikan solusinya terhadap masyarakat yang terdampak akibat virus corona.

Kebijakan Deliberatif
PEMERINTAH sudah berinisiatif memberikan bantuan sosial yang salah satunya berupa program Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat dengan menggunakan anggaran yang berasal dari dana desa. 

Program tersebut termuat di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.

Penerima bantuan sosial ini tidak termasuk ke dalam penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Kartu Prakerja. Akan tetapi berpatokan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Jumlah dana bantuan yang diberikan sebesar Rp600.000/keluarga per bulan selama tiga bulan.

Pemerintah Pusat yang hanya mengandalkan data terpadu kesejahteraan sosial dalam memberikan bantuan langsung tunai kepada masyarakat ternyata menimbulkan permasalahan di masyarakat. 

Permasalahan ini di antaranya ada bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran. Lebih menyedihkan lagi, ada warga yang terdampak kebutuhaan hidupnya akibat virus corona ternyata tidak mendapat bantuan.

Sebagaimana hal itu terjadi di wilayah Kota Banjarmasin yang penulis kutip dalam laman klikkalsel.com bahwa adanya sejumlah warga yang mendatangi Kelurahan Kelayan Dalam melakukan protes terhadap data bantuan yang terdampak virus corona tidak sesuai, sedangkan mereka yang terkena dampak tidak mendapatkan bantuan.

Lurah Kelayan Dalam sebenarnya sudah menjalankan tugasnya dengan menyampaikan data yang dikumpulkan oleh masing-masing rukun tetangga (RT) untuk diserahkan kepada Dinas Sosial sebanyak 1.583 penerima. 

Namun bantuan yang disalurkan hanya sebanyak 1.182 penerima, ada 401 data penerima yang tidak mendapatkannya. 

Hal serupa juga terjadi di wilayah Kabupaten Tabalong yang penulis kutip dalam laman metro7.co.id bahwa ada warga terdampak ekonominya akibat virus corona yang kondisinya sekarang membutuhkan bantuan ternyata tidak mendapatkannya dan warga tidak mengetahui kemana melaporkannya.

Pemberian bantuan dari pemerintah yang tidak tepat sasaran dan ada warga yang berhak ternyata tidak mendapatkan bantuan ini sebenarnya merupakan permasalahan klasik dan nampaknya tidak mudah memang pemerintah mengatasinya. 

Saat situasi normal sekalipun permasalahan itu terjadi, sebagaimana juga penelitian yang pernah penulis lakukan tentang program pemerintah mengenai program keluarga harapan (2019).

Apalagi dalam situasi sekarang ini yang penuh ketidakpastian akibat dampak dari virus corona.
Permasalahan pemberian bantuan yang merupakan program dari pemerintah ini tidak hanya merugikan masyarakat. 

Akan tetapi juga jajaran pemerintah di bawah dalam hal ini pihak kelurahan/pemerintah desa menjadi “tumbal” akibat adanya protes dari masyarakat yang melahirkan kecemburuan sosial.

Protes yang dilakukan masyarakat bisa saja berujung pada bentuk kekerasan yang dialami pihak kelurahan/pemerintah desa.

Sebagaimana yang terjadi di wilayah Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat yang penulis kutip dalam laman apahabar.com terjadinya pengeroyokan yang dilakukan beberapa warga kepada Aparatur Pemerintah Desa Engkasan karena warga tidak mendapatkan bantuan dampak dari virus corona. 

Dengan demikian, kebijakan deliberatif relevan untuk dikedepankan dengan melakukan musyawarah antara  pemerintah dan masyarakat sebagai pihak yang merasa dirugikan/termarginalkan terhadap bantuan langsung tunai karena masyarakat terdampak ekonominya akbiat virus corona yang memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Peran pemerintah hanya  sebagai katalis (mengarahkan) melaui fasilitas dialog yang disediakan dari kehendak yang diinginkan masyarakat. Masyarakat juga harus menyampaikan kondisi kehidupan apa adanya/sejujurnya.

Penyediaan fasilitas dialog tersebut cukup dilaksanakan ditingkat pemerintah desa/kelurahan dengan pengawasan dari pemerintah daerah untuk memudahkan masyarakat. 

Hasil dialog ini sebagai bagian dalam pengambilan keputusan. Keputusan berupa data penerima yang diajukan pemerintah desa/kelurahan kepada pemerintah atasnya harus ada jaminan akan keselarasannya dengan implementasi bantuan yang diberikan.

Kepada pemerintah daerah sepatutnya juga menyediakan anggaran bantuan sosial sebagai penunjang bantuan langsung tunai (BLT). Mengingat anggaran pemerintah pusat terhadap BLT terbatas jumlahnya. 

Sebagaimana yang diakui Kepala Dinas Sosial Kalimantan Selatan Siti Nuriyani yang penulis kutip dalam laman mediaindonesia.com bahwa pemerintah pusat yang menggelontorkan anggaran BLT  kepada 170.000 keluarga miskin di Kalimantan Selatan tidak mencakup seluruh warga miskin dan warga terdampak lainnya.

Sehingga pemerintah daerah melalui anggaran yang disediakannya dapat mengakomodir masyarakatnya yang terdampak ekonominya dari tidak terdaftarnya sebagai penerima bantuan langsung tunai.

Penulis: Rahimullah
Alumni FISIP Universitas Lambung Mangkurat
Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas Airlangga

Lebih baru Lebih lama