Berkolaborasi Melahirkan Lulusan Berkompetensi

Berkolaborasi Melahirkan Lulusan Berkompetensi

PENULIS : Al-Mahfud

KETERHUBUNGAN antara pendidikan tinggi dan dunia kerja menjadi hal penting di tengah era global yang pesat saat ini. Hal ini agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia bisa terserap menjawab kebutuhan dunia kerja. 

Jika kita melihat data, angka pengangguran Sarjana cukup besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Februari 2023 menyebutkan ada 12% atau sekitar 958.800 Sarjana menjadi pengangguran, dari total jumlah pengangguran sebanyak 7,99 juta.

Sedangkan menurut catatan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), hanya ada sekitar 20% lulusan perguruan tinggi yang bekerja sesuai dengan program studi yang dipelajarinya.

Data tersebut adalah gambaran bahwa lulusan perguruan tinggi masih sulit terserap di dunia kerja. Lulusan berkualitas yang siap kerja masih minim. Survei Willis Towers Watson 2014-2016 menyebut, 8 dari 10 perusahaan di Indonesia sulit mendapatkan lulusan siap kerja ketika melakukan perekrutan.

Menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap kerja adalah tentang bagaimana membangun keterhubungan dan relevansi antara apa yang dibutuhkan di dunia kerja dengan pembelajaran di perkuliahan. Maka, diperlukan adanya terobosan untuk membangun dan memperkuat keterhubungan tersebut.  

Di sinilah kemudian, Kemendikbudristek meluncurkan program Merdeka Belajar Episode 20: Praktisi Mengajar. Program yang diluncurkan pada Juni 2022 ini bertujuan menutup kesenjangan kompetensi lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan dunia kerja dengan mendorong kolaborasi antara praktisi dan dosen di ruang kelas.

Melalui upaya kolaborasi tersebut, para praktisi akan mengajar di perguruan tinggi dan menunjukkan studi kasus terkini, praktik terbaik, hingga teknologi aplikatif terkini agar bisa mendorong kelas yang lebih partisipatif dan kolaboratif. 

Keterlibatan praktisi dibangun mulai dari perencanaan pembelajaran hingga proses pembelajaran. Bagi mahasisawa, melalui program Praktisi Mengajar ini akan dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih dinamis, kompetitif, kolaboratif, dan partisipatif dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, serta kompetensi yang diperlukan dalam berbagai bidang keilmuan sesuai kebutuhan dunia kerja.

Indikator Kinerja Utama

Mendikbudristek telah mengeluarkan IKU (Indikator Kinerja Utama) melalui Keputusan Mendikbud Nomor 3/M/2021. IKU ini adalah ukuran kinerja baru bagi perguruan tinggi untuk mewujudkan perguruan tinggi yang adaptif. Di saat bersamaan, kebijakan ini juga menjadi alat ukur untuk mengakselerasi implementasi program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka.

IKU menjadi alat ukur kinerja baru bagi Perguruan Tinggi yang dinilai berdasarkan 8 Indikator Kinerja Utama. Adapun program Praktisi Mengajar ini fokus pada ketercapaian IKU nomor 4 dan nomor 7. 

IKU nomor 4 adalah praktisi mengajar di dalam kampus. Artinya, praktisi ikut terlibat dalam perencanaan mata kuliah. Dengan begitu, dosen-dosen di Indonesia akan memperoleh pengetahuan terbaru tentang dunia industri. 
Di sini, mahasiswa bisa berinteraksi langsung dengan para praktisi yang telah berpengalaman di bidangnya masing-masing. 

Ketika mahasiswa banyak berinteraksi dengan para praktisi dunia kerja, maka akan banyak pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman berharga yang bisa didapatkan. Tak sekadar teori, namun juga kasus-kasus ril di lapangan serta apa yang sedang dibutuhkan di dunia kerja saat dan mendatang.

Tentang masalah sulitnya perusahaan mendapatkan lulusan siap kerja, Salman Subaat CEO PT Paragon Technology mengatakan bahwa potensi mahasiswa besar, namun ketika (mahasiswa) belajar belum mendapatkan konteks seperti apa di industri (kemdikbud.go.id, 3/6/2022).

Maka, interaksi antara mahasiswa dan dosen dengan para praktisi diharapkan memberikan konteks dunia industri yang sebenarnya. 
Kemudian, IKU nomor 7 adalah kelas yang kolaboratif dan partisipatif. Di sini, mahasiswa dapat belajar dengan metode studi kasus masalah riil dan team based project. Kemampuan memecahkan masalah diasah serta soft skill dibangun dalam kerja kelompok.

Soft skill seperi coaching dan komunikasi merupakan kecakapan peniting yang perlu dibangun dengan keterlibatan langsung. 
World Economic Forum dalam laporan Future of Jobs Report mengungkapkan, tahun 2022 keterampilan yang paling dibutuhkan di dunia kerja di antaranya adalah kemampuan analitis, inovasi, kemampuan belajar aktif, kreativitas, orisinalitas dan inisiatif, desain teknologi dan pemrograman, pemecahan masalah kompleks, berpikir kritis, kepemimpinan, kecerdasan emosional dan lainnya. Terlihat bahwa kecakapan soft skill mendominasi, sehingga penting dibangun di perkuliahan. 

Saat ini, sedang berlangsung pendaftaran untuk Perguruan Tinggi, Koor PT, Dosen, dan Praktisi Program untuk Program Praktisi Mengajar Angkatan 3. Kita harapkan, dengan semangat kolaborasi dari berbagai pihak tersebut bisa meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi, sehingga melahirkan lulusan berkompetensi yang dibutuhkan dunia usia dan industri.[opini]

Lebih baru Lebih lama