Inovasi Tumpangsari Perkuat Program Food Estate

Inovasi Tumpangsari Perkuat Program Food Estate

BINUANG, MK – Program Food Estate telah digulirkan bagai dua sisi mata uang, berperan untuk percepatan menyejahterakan yang memakmurkan petani serta untuk mewujudkan lumbung pangan nasional menuju swasembada pangan nasional.

Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang, Dr Ir Yulia Asni Kurniawati Msi memaparkan,
Food Estate di Kabupaten Kapuas pada tahun 2020 ditargetkan 20.000 hektare dari total 165.000 hektare untuk tiga tahun ke depan bersama Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sebagai UPT yang menjadi tuan rumah program Food Estate.

Yulia merespon Food Estate dengan mempersiapkan program dan kegiatan untuk memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku Food Estate yang dirasa masih lemah baik informasi, pengetahuan, skill dan spirit, khususnya para petani milenial.

Yulia mengatakan, petani milenial ke depan akan menjadi pelaku utama Food Estate, mengingat untuk mencapai target produktifitas dan provite hingga terbentuknya koorporate petani. 

Karena itu, pentingnya kelembagaan koorporite untuk menyukseskan program Food Estate di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas tahun 2020-2023 seluas 165.000 hektare. 

Salah satunya melalui inovasi teknologi budidaya tumpangsari tanaman buah dan semusim yang mampu meningkatkan 40 persen dari budidaya monokultur, untuk menarik kaum milenial dengan pertanian milenial, mulai pengolahan lahan dengan mekanisasi pertanian handtraktor, TR-4, hingga tanam (transplanter, tabela), benih unggul, pupuk proporsial, panen dan pasca panen dibantu combaine harvester, Rice miling dan pengeringan dan penggudangan secara modern.

Sementara itu, Budiono menambahkan, program Food Estate menjadi program unggulan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Salah satu untuk mewujudkan dan menarik perhatian kaum milenial berusaha di bidang pertanian adalah adanya jaminan kesejahteraan. 

Mengingat lahan Food Estate termasuk kategori lahan marginal sub optimal, diperlukan inovasi-inovasi untuk mewujudkannya.

Salah satu inovasi yang telah dikaji adalah optimalisasi lahan marginal sub optimal ini adalah memanfaatkan surjan-surjan dengan tanaman buah-buah dan tanaman semusim, seperti aneka sayur, tanaman kacang kacangan dan palawija. 

"Sebagaimana telah dilakukan di lahan praktik Inkubator agribisnis BBPP Binuang,” imbuh Budiono saat melakukan kajian tumpangsari di lahan praktik Inkubator Agribisnis BBPP Binuang.

Menurutnya, hasil kajian pola tanam tumpangsari yang diterapkan di lahan praktik Inkubator Agribisnis (IA) BBPP Binuang menunjukkan hasil Kacang Hijau+Jagung Pakan+Jagung Manis sudah menunjukkan hasil meyakinkan.

Ini cukup menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari dengan inovasi dan penerapan yang baik tidak akan menurunkan potensi prouktivitas masing masing individu jenis tanaman. Hal ini terbukti Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) di atas 1.0, yaitu 1.4 dengan produktifitas 1.76 ton per hektare, dengan tanamn jagung pakan yang mampu bertongkol lebih dari 1.

Ini peluang untuk menambah penghasilan dari nilai tambah inovasi teknologi baik produk baby corn (janten), tongkol jagung muda dan hasil jagung pipilan dari tongkol tua. 

Adapun jagung manis dapat menghasil tongkol dengan ukuran optimal lebih dari 1 bahkan ada yang lebih dari 2 tongkol per tanaman. 

"Hal yang sangat mempengaruhi kondisi ini adalah seberapa besar perlakuan yang telah dilakukan kita terhadap upaya recovery lahan dengan inovasi yang ada dan inovasi pola tanam tumpangsari yang dipilih," jelasnya.

Ini berarti setiap meter persegi lahan surjan yang diterapkan inovasi ini mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 1.760 Kg (produktifitas lahan tumpangsari) x Rp20.000 (harga perkg) x 85% ( K.efektifitas lahan kaji Tumpangsari) = Rp29.920.000 assumsi petani terapkan K.opt 70% setidaknya petani menerima hasil tambahan sebesar Rp20.940.000/8500 m2 sehingga provitenya Rp.2.464/ m2. 

Jagung pakan populasi normal monokultur 50.000 tanaman x 25% = 12.500 tanaman tumpangsari hasil tongkol baby corn dihasilkan minimal 50% dihasilkan 125 Kg x Rp15.000/Kg = Rp1.875.000. 
   
Sehingga tiap meter memberikan kontribusi penghasilan sebesar Rp220,5. Jagung muda 1.250 tongkol x 60% x Rp500 = Rp3.750.000 setara Populasi  Jagung Pipil 25% = 12.500 tongkol x 220 gram/tongkol = 2.75 ton/Ha (stara 1 ha= 100%=11 ton/Ha) stara  1,294 Kg x Rp.3500= Rp4.529/Kg.

Sehingga total kontribusi penghasilan pola tanam tumpangsari Rp7.684,7/m2. Sehingga dapat menjadi harapan bagi kaum milenial jika hanya tanam padi dengan penghasilan   5000 Kg x Rp5000= Rp25.000.000/Ha/musim x 75% = Rp18.750.000.  

"Secara total kisaran penghasilan Rp18. 750.000 + Tumpangsari Surjan ( 1.500 m2 x Rp.7.684/m2) = Rp18. 750.000 + Rp11.526.000
Rp30.276.000," jelasnya.[advertorial]
Lebih baru Lebih lama